Bagaimana pun baiknya kita berlaku baik, memang akan ada orang yang merasa bahwa kita tidak cukup baik baginya

Kamis, 29 Oktober 2015

Siapa yang bodoh?

Siapa yang bodoh?
Oleh: Yusuf al-hamdani


Jangan menganggap bodoh orang yang belum tentu bodoh
Siapa tahu, kamu sendiri yang bodoh
Atau bahkan, lebih bodoh
Dari orang yang kamu anggap bodoh

Berawal dari cerita tentang pengalaman saya, waktu itu saya disuruh orang tua untuk menjaga warung. Dan kebetulan, dalam soal hitung-menghitung kemampuan saya memang agak lemah. Mangkannya tak jarang orang di kampong saya sering merendahkan saya karena kemampuan matematika saya yang lemah ini. Padahal, saya ini seroang mahasiswa. Dan tentunya, orang-orang tidak mau tahu tentang apa jurusan saya. Yang mereka tahu, yang namanya mahasiswa itu pasti bisa dalam segala hal. Namun, pada kenyataan nya, tak ada manusia yang sesempurna itu.

Tentu saja akan sangat berbahaya, jika dalam urusan perdagangan namun sang penjualnya itu tidak bisa menghitung. Bukannya untung, tapi malah rugi besar dagangannya. Tak jarang juga, nantinya kesempatan ini akan di manfaatkan oleh para pembeli. Saya sendiri dalam hal hitung-menghitung, kalau di katakan gak bisa ya gak mungkinlah. Saya juga belajar matematika dari SD sampai SMA. Tapi semenjak lulus dari SMA kemampuan saya dalam menghitung jarang dilatih lagi, sehingga berkurang lah kemampuan saya. Tak jarang saya sering melakukan kesalahan ketika ada yang belanja ke warung saya. Apalagi, ketika saya menjaga warung sambil baca buku, tentu hal ini paling riskan untuk saya melakukan kesalahan ketika menghitung belanjaan ketika ada pembeli yang berbelanja, disebabkan karena tidak konsenrasi.

Tapi ketika saya salah menjumlah, beberapa saat kemudian ketika sang pembeli sudah meninggalkan warung saya, saya akan tersadar kalau hitungan saya tadi salah. Dan saya yakin saya memang salah, namun saya tetap membiarkan nya. Tidak terbesit sedikit pun dalam benak saya untuk mengambil nya kembali. Karena bagi saya hal itu tentu akan lebih merendahkan saya nantinya. Maka, saya membiarkan saja pembeli itu membawa kembalian lebih. Toh, sekaligus menguji kejujuran nya. Sebatas mana kejujurannya, jika dia tahu bahwa uang itu lebih namun tetap tidak dikembalikan ya berarti disitulah saya akan tahu bahwa dia itu tidak jujur. Namun jika dia tidak tahu, ah saya gak yakin kalau dia tidak tahu. Karena betapapun orang itu, baik lulusan SD maupun tidak sekolah sama sekali, kalau di hadapkan dengan urusan hitung-menghitung duit pasti jago.

Kesalahan saya tersebut dalam soal hitung-menghitung tentu akan semakin merendahkan diri saya. Tapi biarlah, uang yang lebih itu mungkin memang rezekinya. Dan untuk apa saya ambil lagi, toh kalaupun di ambil, pembeli tadi belum tentu ngaku. Atau kalaupun ngaku, pasti dia pura-pura gak tahu. Kejadian tersebut sekaligus menguji seberapa tingkat kejujuran mereka. jika saya benar-benar yakin kalau kembalian saya pada si A salah, otomatis saya akan tahu bahwa si A itu tidak jujur. Dia memanfaatkan situasi yang ada untuk mencari keuntungan. Meskipun dalam hal ini saya sudah mengikhlaskan nya. Tentu saja si A tetap akan berdosa karena ketidak jujurannya tadi.

Nah, kalau sudah seperti ini, siapa yang bodoh? Tentu saja pembaca bisa menilai sendiri. Dalam kejadian ini bukan berarti saya bodoh dalam soal hitung-menghitung. Namun itu hanya keteledoran saya, pikiran saya terlalu focus pada buku yang sedang saya baca. Biarlah penilaian mereka apa dan bagaimana terhadap saya. Yang jelas kita memang harus cerdas dalam situasi apapun. Orang yang kita anggap bodoh belum tentu dia bodoh. Bisa jadi, dia hanya sedang menguji seberapa tingkat kejujuran mu ketika kamu dihadapkan pada situasi seperti itu.

Dalam kitab Mantsur al-hikam, Ibn al-mu’taz mengatakan, “Orang berilmu mengenali orang bodoh karena kebodohannya, dan orang bodoh tidak mengetahui orang berilmu karena ia memang tidak punya ilmu. Dan hal itu memang benar adanya. Karenanya, mereka berpaling dari ilmu dan orang-orang berilmu, sama seperti orang zuhud berpaling dari dunia dan para pembangkang berpaling dari kebenaran. Sebab, jika seseorang tidak mengetahui sesuatu, maka ia akan memusuhinya.”

Terkait dengan masalah untung rugi, biarlah saya serahkan kepada Allah. Biar Allah yang menggantinya. Mungkin itu rezekinya si pembeli tadi, bukan rezeki saya. Atau bisa jadi Allah ingin mengatakan, “Tuh, orang ini wataknya kaya gini. Kamu harus tahu itu. mangkannya kamu harus hati-hati sama dia, kelihatannya emang baik, tapi tanpa kamu sadari dia juga bisa berbuat jelek ketika ada kesempatan.”

Kalau gitu terus, bakal rugi besar dong?
Ya gak harus gitu mulu kali, kesalahan yang telah lalu dijadikan pelajaran untuk nanti kedepannya jangan sampai kita melakukan hal yang sama. Jika kita pernah melakukan kesalahan dalam hitungan jual beli pada si A dan sudah tahu sifat si A yang sebenarnya. Maka, tidak perlu harus kita ulangi lagi. dan lagian kesalahan dalam menghitung tadi kan itu karena faktor ketidak sengajaan.

Alhamdulillah selama ini kesalahan saya dalam soal hitung menghitung Cuma salah sekali pada satu orang saja. maksudnya, ketika si A berbelanja, pasti saya pernah melakukan kesalahan menghitung atas belanjaan nya. Kemudian si B juga berbelanja, saya pun pernah melakukan kesalahan menghitung juga. Dan ini terjadi hanya sekali saja pada satu orang. Namun parahnya, mereka tidak pernah mau jujur. Mungkin pembaca ada yang berkomentar, mungkin saja pembeli tadi emang tidak tahu. Tapi saya tidak berpendapat begitu. Karena setiap kali ada orang yang belanja ke warung saya pasti sebelumnya pernah di hitung-hitung dulu oleh pembeli tadi. Dan lagipula, seperti yang sudah saya katakan tadi, kalau sekarang tuh gak mungkin ada orang yang gak bisa menghitung duit, kecuali orang itu sudah tua dan pikun.

Ada juga pembeli yang jujur. Pernah waktu itu saya melayaninya. Namun lagi-lagi saya salah menghitung, tapi dia bilang, ‘salah nih, huh gimana sih mahasiswa, masa ngitung aja gak bisa’. Jleb.. luar biasa sakitnya di katain kaya gitu. Tapi saya sabar aja, mereka tuh taunya mahasiswa itu pandai dalam segala hal padahal sebenarnya tidak seperti itu. karena kita di perguruan tinggi, ilmu yang kita fokuskan untuk di perdalam itu bukan semua bidang ilmu tapi satu bidang ilmu saja yang kita ambil yang biasa disebut sebagai jurusan. Dalam soal hitung-menghitung juga itu adalah ilmu dasar yang wajib di kuasai oleh setiap individu. Dan seperti yang sudah saya katakan di atas. Saya salah bukan berarti saya tidak bisa menghitung. Karena memang ada beberapa faktor. Mungkin karena saya kurang konsentrasi, karena terlalu focus sama buku yang saya baca. Dan bisa juga teledor, atau kurang hati-hati. Dan hal ini bukan berarti saya bodoh. Hati-hati dengan setempel bodoh terhadap seseorang. Bisa saja ketika menganggap orang itu bodoh padahal belum tentu dia bodoh. Bisa jadi dia hanya sedang menguji kejujuran kita.

Seperti yang telah saya tulis dalam artikel saya beberapa bulan yang lalu tentang ‘smart limited’. Mungkin pembaca ada yang pernah membacanya. Terkadang orang itu hanya mampu melihat seseorang dari satu sisi saja tidak dengan melihat sisi yang lain. Mereka tidak pernah berfikir “ah mungkin dia begini karena begini, atau dia begitu karena begitu”. Jarang sekali orang yang berfikir seperti itu. yang selalu di kedepankan itu selalu pandangan negative. Coba kalau semua orang selalu berfikir positif dan selalu melihat dari dua sisi. Tentu tidak akan ada manusia-manusia yang memiiliki perangai jelek dan selalu berprasangka buruk pada orang lain.

Akhir kata, semoga tulisan ini bisa mengingatkan kita untuk selalu tidak memandang rendah orang lain. Apalagi seorang penuntut ilmu, karena bagaimanapun juga betapapun banyaknya kita melihat kekurangan yang ada pada dirinya, ketahuilah bahwa dibalik itu semua ada kelebihan nya yang tersembunyi yang tanpa kita sadari bahkan bisa jadi jauh dibanding kita.

Tulisan ini bukan untuk menggurui tapi hanya sekedar nasehat untuk kita semua. agar kita tidak terjebak dengan kondisi-kondisi yang justru nantinya malah akan membuka aib kita sendiri akibat perbuatan kita yang terlalu sering menganggap rendah orang lain.



Catatan Remaja Muslim

Jum’at, 30 Oktober 2015
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar