Bagaimana pun baiknya kita berlaku baik, memang akan ada orang yang merasa bahwa kita tidak cukup baik baginya

Kamis, 22 Oktober 2015

Sukses tak berbekal takwa (2)

Sukses tak berbekal takwa (2)
Oleh: Yusuf al-hamdani


Beberapa hari yang lalu saya pernah menulis tentang cerita Herman yang pergi merantau ke kota untuk mengadu nasib. Bagi kamu yang belum baca cerita awalnya, silahkan di lihat-lihat lagi tulisan saya sebelumnya di at-alkhansa.blogspot.com masih dengan judul yang sama.

Well, kita lanjut ceritanya. Sudah empat tahun herman tak ada kabar sama sekali dari semenjak kepergiannya ke kota. Usut punya usut, ternyata herman ini sudah sukses, bahkan sudah punya mobil dan rumah. Lalu bagaimana ceritanya dia bisa mendadak kaya seperti itu. padahal sebelumnya dia masih anak udik tengil yang sepeda motor pun tidak punya.

Jadi gini, ketika dia sampai ke kota, dia tidak tahu mau kerja apa. Kenalan tidak punya, teman yang berangkat bersamanya sudah memiliki perkerjaan masing-masing karena kedua temannya itu adalah lulusan SMA. Sementara dia hanya lulusan SD, jelas tak ada perusahaan yang mau menerimanya. Kemudian di perjalanan nya, dia melihat seorang yang sedang memint-minta. Herman terus memperhatikan pengemis itu dan pada akhirnya munculah dalam benaknya untuk melakukan hal yang sama. Karena dengan mengemis dia akan mendapatkan uang dengan mudah dan lagi pula tak ada orang yang mengenalinya.

Maka jadilah ia seorang pengemis hari itu juga, ia kumpulkan uang hasil ngemis itu selama dua tahun. Setelah pengalaman nya dalam khasanah pengemisan mulai luas. Maka ia memberanikan diri untuk merekrut anak-anak kecil yang tidak punya orang tua (yatim).

Hari demi hari, bulan demi bula dan tahun demi tahun berganti, akhirnya herman menjadi seorang yang kaya raya. Tidak perlu bekerja keras, ia hanya perlu menagih dari hasil anak-anak yang meminta-minta. Penghasilannya dalam sehari luar biasa banyak. Bukan hanya cukup untuk makannya tetapi juga cukup untuk membeli mobil dan rumah dari hasil meminta-minta selama 4 tahun.

Kini sudah enam tahun, ia meninggalkan kampung dan tak ada kabar sama sekali sampai orang tuanya sudah mengikhlaskan putra satu-satu nya itu. orang tuanya tidak tahu tentang kesuksesan anaknya, yang dia tahu kata dukun yang ia tanyai anaknya sudah hidup tenang. Aritnya orang tua herman menganggap kalau herman itu sudah meninggal.

Para pembaca sekalian, saya rasa terlalu panjang jika cerita tentang si herman ini di ceritakan secara detail. Dan saya ingin langsung menceritakan ending nya saja, karena inti dari tulisan ini bukan sedang menceritakan kisah hidup si herman, tapi tentang pelajaran yang bisa kita petik dari perjalanan herman dari awalnya miskin kemudian sukses sampai kembali miskin lagi.

Kenapa bisa miskin lagi?
Ya begitulah, jika melakukan sesuatu tanpa ketaatan kepada Allah semua akan berakhir sia-sia. Cerita hidup herman ini telah mengingatkan kita bahwa kita hidup di dunia ini bukan hanya sekedar mencari harta dan kesenangan duniawi. Tetapi juga untuk beribadah kepada Allah SWT, menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya.

Apa yang dilakukan herman ini jelas kesalahan besar. Selain mendapatkan harta dari cara yang haram, ia juga sampai lupa pada orang tua. Padahal orang tuanya itu begitu mengkhawatirkannya. Hidup yang sedari kecil sampai dewasa tanpa di bekali dengan pengetahuan agama hingga membuat herman lupa segalanya. Dia lupa untuk apa dia hidup, dia lupa tentang pekerjaan yang dia tekuni itu salah. Dia lupa bahwa sebagai seorang muslim wajib mengasihi anak yatim.

Parahnya, orang tuanya pun tak pernah mendidik herman waktu kecil dengan pendidikan agama. Hingga menjadikan herman seperti sekarang ini. Yang seolah-olah kita hidup di dunia ini untuk selamanya. Padahal kita hidup dunia tidak lain hanya untuk mampir saja. untuk apa hidup bahagia, harta berlimpah tapi tidak punya agama. Dan orang tuanya pun sama, pergi ke dukun untuk bertanya sesuatu. Dia lupa bahwa ada Allah yang bisa memberikannya jawaban terbaik. Dia lupa bahwa Allah maha segalanya.

Sampai pada akhirnya, herman kembali ke kampoug dalam keadaan tak bernyawa. Dia di keroyok oleh sekolompok preman, yang punya wilayah di situ. Orang tuanya hanya bisa meratapi kepergian herman. Dia tidak menyangka kalau anaknya bisa melakukan hal sebejat itu. Menjadi pengemis, lalu memperkerjakan anak yatim untuk mengemis juga. Sampai orang tuanya sadar bahwa selama ini apa yang dia lakukan salah. Dia merasa bukan orang tua yang baik. sudah miskin harta, tapi miskin iman juga.

Cerita ini hanya karangan penulis semata, tapi penulis yakin pernah juga terjadi di sekitar kita. bagaimana orang begitu ambisius dalam mengejar dunia, sampai lupa akhirat. Menjual ijazah, ataupun memakai ijazah palsu adalah hal yang biasa. mereka tidak takut dosa. Kita sering menyaksikan hal semacam ini. Padahal pekerjaan yang halal meskipun gajinya sedikit itu lebih baik daripada kaya namun tidak berkah.


23 Oktober 2015

Catatan Remaja Muslim
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar