Sukses tak berbekal takwa (2)
Oleh: Yusuf
al-hamdani
Beberapa hari yang lalu saya
pernah menulis tentang cerita Herman yang pergi merantau ke kota untuk mengadu
nasib. Bagi kamu yang belum baca cerita awalnya, silahkan di lihat-lihat lagi
tulisan saya sebelumnya di at-alkhansa.blogspot.com masih dengan judul yang
sama.
Well, kita lanjut ceritanya. Sudah
empat tahun herman tak ada kabar sama sekali dari semenjak kepergiannya ke
kota. Usut punya usut, ternyata herman ini sudah sukses, bahkan sudah punya
mobil dan rumah. Lalu bagaimana ceritanya dia bisa mendadak kaya seperti itu.
padahal sebelumnya dia masih anak udik tengil yang sepeda motor pun tidak
punya.
Jadi gini, ketika dia sampai ke
kota, dia tidak tahu mau kerja apa. Kenalan tidak punya, teman yang berangkat
bersamanya sudah memiliki perkerjaan masing-masing karena kedua temannya itu
adalah lulusan SMA. Sementara dia hanya lulusan SD, jelas tak ada perusahaan
yang mau menerimanya. Kemudian di perjalanan nya, dia melihat seorang yang
sedang memint-minta. Herman terus memperhatikan pengemis itu dan pada akhirnya
munculah dalam benaknya untuk melakukan hal yang sama. Karena dengan mengemis
dia akan mendapatkan uang dengan mudah dan lagi pula tak ada orang yang
mengenalinya.
Maka jadilah ia seorang pengemis
hari itu juga, ia kumpulkan uang hasil ngemis itu selama dua tahun. Setelah pengalaman
nya dalam khasanah pengemisan mulai luas. Maka ia memberanikan diri untuk
merekrut anak-anak kecil yang tidak punya orang tua (yatim).
Hari demi hari, bulan demi bula
dan tahun demi tahun berganti, akhirnya herman menjadi seorang yang kaya raya. Tidak
perlu bekerja keras, ia hanya perlu menagih dari hasil anak-anak yang
meminta-minta. Penghasilannya dalam sehari luar biasa banyak. Bukan hanya cukup
untuk makannya tetapi juga cukup untuk membeli mobil dan rumah dari hasil meminta-minta
selama 4 tahun.
Kini sudah enam tahun, ia
meninggalkan kampung dan tak ada kabar sama sekali sampai orang tuanya sudah
mengikhlaskan putra satu-satu nya itu. orang tuanya tidak tahu tentang
kesuksesan anaknya, yang dia tahu kata dukun yang ia tanyai anaknya sudah hidup
tenang. Aritnya orang tua herman menganggap kalau herman itu sudah meninggal.
Para pembaca sekalian, saya rasa
terlalu panjang jika cerita tentang si herman ini di ceritakan secara detail. Dan
saya ingin langsung menceritakan ending nya saja, karena inti dari tulisan ini
bukan sedang menceritakan kisah hidup si herman, tapi tentang pelajaran yang
bisa kita petik dari perjalanan herman dari awalnya miskin kemudian sukses
sampai kembali miskin lagi.
Kenapa bisa miskin lagi?
Ya begitulah, jika melakukan
sesuatu tanpa ketaatan kepada Allah semua akan berakhir sia-sia. Cerita hidup
herman ini telah mengingatkan kita bahwa kita hidup di dunia ini bukan hanya
sekedar mencari harta dan kesenangan duniawi. Tetapi juga untuk beribadah
kepada Allah SWT, menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala
larangannya.
Apa yang dilakukan herman ini
jelas kesalahan besar. Selain mendapatkan harta dari cara yang haram, ia juga
sampai lupa pada orang tua. Padahal orang tuanya itu begitu mengkhawatirkannya.
Hidup yang sedari kecil sampai dewasa tanpa di bekali dengan pengetahuan agama
hingga membuat herman lupa segalanya. Dia lupa untuk apa dia hidup, dia lupa
tentang pekerjaan yang dia tekuni itu salah. Dia lupa bahwa sebagai seorang
muslim wajib mengasihi anak yatim.
Parahnya, orang tuanya pun tak
pernah mendidik herman waktu kecil dengan pendidikan agama. Hingga menjadikan
herman seperti sekarang ini. Yang seolah-olah kita hidup di dunia ini untuk
selamanya. Padahal kita hidup dunia tidak lain hanya untuk mampir saja. untuk
apa hidup bahagia, harta berlimpah tapi tidak punya agama. Dan orang tuanya pun
sama, pergi ke dukun untuk bertanya sesuatu. Dia lupa bahwa ada Allah yang bisa
memberikannya jawaban terbaik. Dia lupa bahwa Allah maha segalanya.
Sampai pada akhirnya, herman
kembali ke kampoug dalam keadaan tak bernyawa. Dia di keroyok oleh sekolompok
preman, yang punya wilayah di situ. Orang tuanya hanya bisa meratapi kepergian
herman. Dia tidak menyangka kalau anaknya bisa melakukan hal sebejat itu.
Menjadi pengemis, lalu memperkerjakan anak yatim untuk mengemis juga. Sampai orang
tuanya sadar bahwa selama ini apa yang dia lakukan salah. Dia merasa bukan
orang tua yang baik. sudah miskin harta, tapi miskin iman juga.
Cerita ini hanya karangan penulis
semata, tapi penulis yakin pernah juga terjadi di sekitar kita. bagaimana orang
begitu ambisius dalam mengejar dunia, sampai lupa akhirat. Menjual ijazah,
ataupun memakai ijazah palsu adalah hal yang biasa. mereka tidak takut dosa. Kita
sering menyaksikan hal semacam ini. Padahal pekerjaan yang halal meskipun
gajinya sedikit itu lebih baik daripada kaya namun tidak berkah.
23 Oktober 2015
Catatan Remaja Muslim