“Sukses Tak berbekal Takwa”
Oleh: Yusuf al-hamdani
Bismillahirohmanirrohim..
Semua orang yang hidup didunia ini pastinya menginginkan kebahagiaan dalam
hidupnya. Terlepas dari bagaimana memperolehnya, tidak peduli, yang penting
hidup bahagia dan apa yang menjadi keinginan bisa menjadi kenyataan.
Bahagia adalah satu hal yang didapatkan ketika kesuksesan telah tercapai. Sukses
sifatnya umum, bisa mencapai tujuan dengan selamat itu juga termasuk sukses. Atau
bisa juga ketika kita mendapatkan apa yang tengah kita impi-impikan selama ini
atau juga berhasil meraih prestasi akademik dan sebagainya itu juga termasuk
kategori sukses.
Hidup sejahtera, apalagi bisa mensejahterakan orang-orang di sekeliling
kita adalah sukses yang luar biasa. Siapa yang bisa sepeti ini? Tentu jarang
sekali, banyak kita temukan orang-orang yang sudah hidup sejahtera namun belum
bisa mensejahterakan orang lain padahal dirinya mampu untuk berbuat demikian. Jangankan
untuk mensejahterakan orang lain, keluarganya pun bahkan orang tua nya masih
belum sejahtera. Egoiskah orang seperti ini? Tentu saja iya. Buat apa hidup
bahagia sejahtera namun hanya dinikmati sendiri saja. sedangkan orang
disekitarnya masih sengsara. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang bisa
bermanfaat bagi sesamanya.
Saya punya cerita, ini hanya sekedar ilustrasi saja dan karangan saya
semata, namun insya Allah cerita ini pernah terjadi disekitar kita. entah siapa
pelakunya yang jelas bukan itu yang kita permasalahkan tapi bagaimana kita
dapat mengambil pelajaran daripada cerita berikut ini.
Sebutlah namanya Herman, dia ini remaja yang baru berumur 16 Tahun. Tinggal
di sebuah kampong yang hampir penduduknya orang-orang mampu. Namun lain hal nya
dengan dia, terlahir dari keluarga miskin membuat dia selalu terkucilkan dan
termajinalkan. Disaat teman-teman seusianya sekolah, dia hanya bisa meratapi
nasibnya. Dia bisa apa, jangan kan sekolah untuk makan sehari-hari saja masih
susah payah.
Suatu hari dia di ajak oleh kedua temannya untuk ikut pergi ke kota. Dengan
harapan disana dia bisa merubah nasibnya. Namun sayangnya, dia tidak memiliki bekal untuk pergi ke sana. Kabar ini sampailah kepada orang
tuanya. Karena kasihan melihat anak lelaki satu-satunya ini maka orang tuanya
berusaha untuk mencarikan dia modal
untuk bekal anaknya. Teringat dia punya 6 ekor ayam dibelakang rumahnya, dan akhirnya dijualah
6 ekor ayam tersebut oleh orang tuanya untuk bekal anak nya itu.
Berangkatlah herman dengan kedua temannya. sesampainya di kota. Ada pabrik
yang membutuh kan karyawan. Datanglah mereka bertiga untuk melamar, namun hanya
herman yang tidak diterima, karena dia tidak memiliki ijazah. Sementara kedua
temannya sama-sama lulusan SMA sedangkan dia hanya lulusan sekolah dasar (SD).
Dan berpisahlah herman dengan kedua temannya ini. Mungkin memang sudah
nasib nya seperti itu dia pun menyadari hal itu. seharian dia menyusuri jalanan
untuk mencari sebuah pekerjaan namun tak kunjung ia dapatkan. Namun di sebuah
persimpangan ia melihat seorang yang minta-minta. Ia terus memperhatikan si
peminta-minta itu. sampai akhirnya terbesitlah dalam benaknya untuk melakukan
hal yang sama.
Sehari, dua hari. seminggu dua minggu ia tekun menjalani profesinya sebagai
peminta-minta (pengemis). Ia bangga dengan profesi nya itu, selain tidak ada yang mengenalinya, dia juga bisa
mendapatkan uang banyak dalam seharinya.
Empat tahun berlalu, kedua temannya sudah tiga kali pulang ke kampung. Namun herman belum sekalipun pulang. Bahkan memberi
kabar pun tak pernah sama sekali. maka gegerlah orang sekampung terutama orang
tuanya. Mereka khawatir dimana herman berada. Empat tahun tak ada kabar sama
sekali. orang tua mana yang tidak cemas dan gelisah menghadapi situasi seperti
ini.
Kini sudah enam tahun berlalu, orang tuanya sudah sering bertanya pada
dukun. Namun jawaban dukun, herman sudah tenang disana. Apa maksud dari
perkataan dukun itu. mungkinkah herman sudah meninggal dunia. Jawaban dukun
tadi membuat orang tuanya semakin shock.
Ternyata di kota sana, herman sudah mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
bisnisnya semakin sukses dan kini dia sudah mapan. Namun meskipun begitu dia
malah sibuk dengan bisnisnya dan lupa dengan kedua orang tuanya yang selama
enam tahun ini mengkhawatirkannya dan selalu menunggu kabar darinya.
Usut punya usut, bisnis yang tengah dijalani herman ini adalah bisnis yang
tidak baik. Ternyata dia menjadi bandar pengemis, dia menyuruh anak-anak kecil
untuk mengemis, sementara dia enak-enakan di rumah mewah nya. Setiap tengah
hari dan sore dia menagih hasil anak-anak yang mengemis itu. sungguh
keterlaluan apa yang dilakukan herman. Tidak aneh jika dia mendadak kaya
seperti itu. Dan orang tuanya kini telah mengikhlaskan kepergiannya. Mereka
mengira, herman sudah meninggal.
Oke, sampai disini dulu ceritanya. Lain waktu kita akan lanjut lagi. tidak
penting masalah cerita nya yang terpenting adalah pelajaran yang bisa kita petik
dari cerita herman tadi. Seperti judul yang saya tulis di atas ‘sukses tak
berbekal takwa’. Maka beginilah akhirnya. Kesuskesan yang di raihnya bukan lah
dari jalan yang halal justru dari jalan yang haram. Padahal kita hidup didunia
ini jika hanya untuk mengejar kebahagiaan tidak perlu hidup kaya raya dengan
harta melimpah. Buktinya sering kita temukan banyak orang-orang kaya hidupnya
masih menderita. Ada yang tidak di karunia anak, ada yang dijebloskan ke
penjara, ada yang sakit-sakitan dan semacamnya. Apakah mereka bahagia, tentu
tidak. Alangkah baiknya jika kekayaan itu di barengi juga dengan takwa. Insya Allah
hidup akan berkah dan bahagia. Bahkan orang miskin pun bisa bahagia selama dia
bertakwa. Kenapa, karena mereka selalu mensyukuri apa yang mereka miliki.
Kisah herman tadi telah menggambarkan bagaimana hidup yang tanpa dibekali
takwa. Dia selalu iri melihat teman-teman seusianya yang setiap pagi selalu
pergi ke sekolah sementara dirinya jangan kan untuk sekolah untuk makanan
sehari-hari saja dia masih kesusahan. Padahal tujuan sekolah adalah untuk
mencari ilmu, dan menghilangkan kebodohan yang ada dalam diri. Lantas kenapa
begitu ngotot ingin sekolah. Jika memang tujuannya untuk mencari ilmu tanpa
sekolah pun bisa. Bisa pergi ke pengajian-pengajian yang di adakan setiap akhir
pekan, itu gratis. Atau bisa juga menuntut ilmu di pesantren, karena disana
juga kita mendapatkan ilmu secara gratis tanpa di pungut biaya asalkan kita mau
mematuhi segala aturan yang ada di pesantren itu. lantas apa bedanya pesantren
dengan sekolah?.
18 Oktober 2015
Catatan Remaja Muslim