Cerita Perjalanan Cinta (Part 1)
Karya: Yusuf Khaerul Ikhwan
Kemarin sore ketika aku mau shalat ashar di salah satu
masjid. Secara kebetulan aku bertemu dengan teman lama ku semasa SMP. Tadinya
sempat kaget juga sih, tiba-tiba ada yang memanggil ku dari belakang, aku
terdiam cukup lama, sempat mengingat kembali orang ini, memang wajahnya sudah
tidak asing lagi, tapi aku lupa kapan dan dimana kami bertemu sebelumnya.
“hey khaerul, gimana kabarnya, waah lama ya kita gak ketemu”
ucapnya sembari bersalaman. Aku masih kaku karena sedang mencoba mengingat-ingat
kembali siapa orang ini. Tapi aku tak mau dia tersinggung dengan sikap ku itu
yang sudah tidak kenal namanya lagi. “hey, Alhamdulillah sehat, kalau antum
sendiri gimana kabarnya?” jawabku sambil bertanya balik.
Kemudian iqomat pun di kumandangkan dan kami menunda obrolan
kami sementara untuk menunaikan kewajiban kami terlebih dahulu. Seusai shalat
aku berdo’a, aku berharap agar aku mampu mengingat nama sahabatku tadi. Aku
terdiam sesaat dan sempat mulai ada bayangan-bayangan sedikit, yang aku ingat
nama dia di akhiri dengan “wan”. “ah siapa dia, astagfirullah aku betul-betul
lupa.” Ucapku dalam hati. Iwan, wawan, ridwan.. ah siapa ya aku gak ingat..
Diteras depan Masjid yang kebetulan begitu sejuk kami berdua
bercerita-cerita tentang pengalaman kami masing-masing dari semenjak kami
berpisah hingga bertemu lagi. ternyata aku baru tahu kalau temanku ini yang aku
tidak tahu namanya (hehehe) ternyata sudah beristri. Aku sedikit tidak percaya,
tapi memang benar kenyataannya seperti itu.
Sugguh dari cerita-cerita pengalaman hidupnya yang membuat
ku tertarik adalah tentang kisah cintanya bersama isterinya zahra yang sekarang
berstatus menjadi isterinya. Cerita yang membuatku begitu termotivasi. Cerita
yang begitu menyentuh hatiku.
“seperti yang antum tau rul, ana dari SMP nyampe menikah gak
pernah pacaran sama sekali.” Ketika dia hendak memulai ceritanya itu aku sempat
kaget dan bertanya-tanya. “kok bisa ya, gak pernah pacaran tapi menikah? Gimana
ceritanya”.
Kemudian dia pun melanjutkan ceritanya. “sempat aku iri
dengan remaja-remaja sekarang, setiap malam minggu mereka main ke rumah pacar
nya, dan kadang jalan-jalan sama pacarnya. Mereka begitu mesra. Sempat
membuatku tergoda untuk berpacaran juga. Tapi sayangnya selama satu tahun aku mencari
gadis untuk aku jadikan pacarku begitu sulit. Perempuan memang banyak, bahkan
dari hasil penelitian menunjukan jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan
laki-laki. Tapi dari jumlahnya yang sekian banyak itu, tak satupun yang sesuai
dengan kriteriaku. Aku ingin yang jadi pacarku itu, gadis baik-baik, cantik dan
shalihah. Mungkin itu terlalu sempurna tapi apa yang tidak mungkin bagi Allah,
jika dia sudah berkendak, “jadilah, maka terjadilah”.
Lama-lama aku berfikir bahwa, jika aku mencari gadis yang
shalihah untuk aku jadikan pacara mana mau. Tentunya tak ada gadis shalihah
yang pacaran. Dan akhirnya aku berhenti mencari pacar. Dan mulai bekerja keras
persiapan untuk menikah. Aku bekerja pada suatu perusahaan, karena kualitas
kerja ku bagus, sehingga aku di angkat menjadi karyawan tetap. Dan mungkn
selanjutnya aku akan bekerja lebih baik lagi agar naik jabatan.
Aku pikir penghasilanku sudah cukup, dan aku rasa aku sudah
siap untuk menikah, di usiaku yang sudah 24 tahun ini memang sudah waktunya
untuk mempersunting seorang gadis. Kemudian aku bertemu zahra di salah satu
supermarket, dan ketika dia hendak beranjak pulang aku melihat di parkiran
motor ternyata motornya mogok. Waktu itu dia tidak sendiri tapi bersama adiknya
perempuan juga yang kira-kira usianya 12 tahun.
Aku mencoba mendekati mereka, berharap bisa membantunya.
“kenapa motornya ukhty??” tanyaku padanya, yang sebenarnya agak sedikit gerogi
juga sih, apalagi dia seorang akhwat yang hijabnya begitu panjang. Seluruh tubunya hampir tertutup. “eh
ini akhi motor saya mogok, kenapa ya”. Jawabnya dengan intonasi suara yang
begitu lembut. Kemudian dia menyerahkan motornya padaku. Dan aku mulai
mengotak-atik motor tersebut, kebetulan aku sudah biasa dengan motor mogok
seperti ini.
Tak lama kemudian motornya nyala juga, tanpa aku sadari
saking gerah dan geroginya keringat ku bercucuran begitu banyaknya. Ya Allah
aku jadi begitu salah tingkah. Akhwat itu memandangiku sambil ternsenyum.
Sungguh aku tidak bisa membayangkan seperti apa mimik mukaku ketika itu. Aku
begitu malu.
“Alhamdulillah akhirnya nyala juga, terimakasih ya akhi”
katanya sambil berterimakasih padaku. Aku hanya tersenyum saja. Tiba-tiba
adiknya nyeletuk aneh. “cieeee ciiee kayanya ada yang jatuh cinta niih”
ucapnya. Kami berdua langsung tertunduk malu. “sssstts ade apa-apa’an siiih”
ucap vella pada adiknya.
“kakak sebagai ungkapan rasa terimakasih kami, nanti malam
main ya kerumah kami. Tenang kami suguhin makanan yang enak-enak deeh” kata si
adik kecil tadi. “iyaa, insya Allah de, kalau ada waktu.”jawabku singkat.
Mereka berdua pamitan padaku untuk pulang. Dan kami berdua
pun berpisah. Aku begitu senang bisa berkenalan dengan mereka. Mungkin malam
ini aku akan beranikan main ke rumah zahra sekalian silaturahmi, dengan harapan
siapa tau aja aku bisa mendapatkan hatinya.
***
Begitulah cerita dari temanku, lama dia bercerita tapi aku
masih belum ingat siapa namanya, aku terus beristigfar. Aku malu jika dia tahu
kalau aku tidak tahu namanya. Dia bilang ceritanya belum selesai sampai disitu.
Masih panjang lagi, ketika proses ta’aruf, sampai ke pernikahan belum dia
ceritakan.
Tiba-tiba datang seorang akhwat menghampiri kami berdua. Dan
ternyata itu isterinya. Ternyats dia yang namanya zahra, subhanallah dia begitu
anggun, dan pakaiannya begitu tertutup. Sungguh beruntung temanku ini.
“eh rul, kayanya sudah sore, ana mau pulang dulu nih takut
kemalaman. Nanti deh ceritanya di lanjut lagi” katanya. Aku pun tanpa keberatan
menyetujuinya. Sebelum temanku pulang aku sempat minta alamat dan nomor
hapenya. Mungkin jika ada waktu aku akan main ke rumahnya untuk silaturahmi dan
sekalian penasaran dengan cerita yang belum selesai itu.