Bagaimana pun baiknya kita berlaku baik, memang akan ada orang yang merasa bahwa kita tidak cukup baik baginya

Senin, 26 Agustus 2013

Cerpen - Cerita Perjalanan Cinta (Part 2)

Cerita Perjalanan Cinta (Part 2)

Karya: Yusuf Khaerul Ikhwan

Hari ini cuaca terasa begitu panas, lebih panas dari hari-hari sebelumnya. Mungkin aku harus menghentikan perjalananku dan berhenti sebentar untuk berisitirahat. Tepat dihalaman masjid aku memakirkan motorku, lalu bergegas masuk kedalam untuk berteduh, dari layar hp ku jam menunjukan pukul 10:00, masih lama untuk memasuki waktu dzuhur.

Sudah hal yang biasa bagiku beristirahat di masjid ini, jika pulang kuliah dalam cuaca yang sangat panas seperti ini aku selalu berhenti untuk berisitirahat hingga ba’da dzuhur. Kadang juga bisa sampai waktu ashar aku berada disini.

Aku teringat teman lamaku yang dulu bertemu disini, dia berjanji akan menceritakan perjalanan cintanya itu yang dulu sempat terpotong. Aku berharap bisa bertemu dia lagi disini, karena dia juga pernah bilang bahwa dia bekerja dekat di sekitar masjid ini.

Adzan berkumandang, seketika aku terbangun dalam tidurku, ternyata aku telah tertidur dengan pulasnya, tanpa ku sadari sudah memasuki waktu dzuhur. Para jama’ah masjid pun mulai berdatangan, begitu antusias nya mereka untuk mendekatkan diri kepada sang khaliq. Aku pun bergegas untuk mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat dzuhur berjama’ah.

Usai shalat seperti biasa aku tidak langsung pulang, aku sempatkan untuk tilawah qur’an dulu, agar hati menjadi tenang dari segala permasalahan-permasalahan duniawi. Aku baca surat ar-rahman dengan penuh penghayatan. Didalamnya terdapat ayat yang terus di ulang-ulang “fabi ayyi ‘ala irobikuma tukajiban” (maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan”. Begitu indahnya ayat-ayat Allah ini, Secara tidak langsung Allah menyuruh hambanya untuk selalu berysukur atas nikmat yang telah Allah kasih, walau sekecil apapun itu.

“assalamu’alaikum” ucap suara dari belakangku, suara yang aku rasa aku mengenalnya. Yupss suara itu adalah suara teman lamaku yang aku tunggu-tunggu, akhirnya kami bertemu kembali ditempat yang sama. Seketika aku menoleh kebelakang sambil menutup  qur’anku. “wa’alaikum salam” jawabku dengan semangat. Akhirnya aku bisa bertemu temanku lagi.

“gimana kabarnya rul”.
“Alhamdulillah sehat, kalau antum sendiri gimana?”
“Alhamdulillah ana juga sehat”
“oya ana mau nagih janji antum niih?”
“hmmm, janji yang mana ya?”
“itu, cerita tentang perjalanan cinta antum yang dulu cerita ke ana”
“ooohhh itu, ternyata antum penasaran rul, baiklah ana akan coba lanjutkan ceritanya ya, semoga aja bisa dijadikan pelajaran juga”.


sssssssssssssssssssssssss

Seperti yang telah aku ceritakan dahulu, aku di undang untuk main kerumahnya. Tanpa pikir panjang aku pun mengiyakannya. Ya sekalian menjalin silaturahmi.

Singkat cerita, aku tiba dirumahnya, aku ditemani oleh ayahnya di ruang tamu, kami berdua mengobrol cukup santai, sementara Zahra membantu ibunya membuat minuman di dapur. Tak lama ibunya datang membawa minuman menghampiri kami dan Zahra di belakangnya membawa makanan ringan. “Oh jadi ini yang mau melamar anak saya, sok atuh di minum dulu air nya” ucapnya dengan logat sunda, sementara Zahra hanya tersenyum saja sambil menaruh makanan di meja.

Aku mendengar ucapan ibunya itu hanya bisa senyum-seyum saja, malah jadi salah tingkah, padahal niatku datang kesini hanya sekedar silaturahmi saja, tapi kenapa orang tuanya bisa-bisanya bicara seperti itu.

“lho ko bengong, hayu di minum dulu minumannya” perintah ayahnya Zahra. “eh iya pak, makasih” jawabku gugup.

Aku dan ayahnya mengobrol cukup lama dan tak terasa malam pun sudah semakin larut, aku bergegas untuk pulang, aku masih ingat kalimat terakhir dari ayahnya sebelum aku beranjak pergi, dia bilang “kalian  ta’arufan aja dulu, nanti jika memang sudah sama-sama cocok langsung persiapkan untuk ke jenjang pernikahan” dan lagi aku jadi salah tingkah. “hmmm jadi salah persepsi gini” kataku dalam hati. Tapi gak apa-apalah emang tujuanku datang kesini salah satunya ya itu ingin mendapatkan Zahra.

Hanya butuh waktu satu minggu bagi kami berdua untuk saling mengenal atau istilahnya ta’aruf, dan setelah itu kami langsung menikah, karena aku pikir pacaran setelah menikah itu lebih indah, ketimbang pacaran sebelum menikah. Pacaran setelah menikah itu, mau pegangan tangan, ciuman, atau saling memandangpun bisa mendapatkan pahala.  

Pernah satu pagi di hari pertama setelah pernikahan kami, isteriku bingung untuk membuatkan sarapan pagi untukku. Dia tidak tahu aku sarapan biasanya minum apa, minum kopi, minum teh atau minum susu. Aku lihat dia nampak kebingungan di balik pintu dapur, kadang keluar kadang masuk lagi ke dapur, mungkin dia hendak bertanya padaku namun malu.

“mas ini aku bikinin kopi buat kamu” ucapnya sambil menyodorkan secangkir kopi yang ada di nampan.
“hmmm, ko kopi siiih, tapi sayang aku itu gk sukaa minum kopi” kataku santai.
“ma’af mas habisnya aku gak tau,… ya udah aku ganti deh” jawabnya datar, mungkin dia merasa tidak enak padaku.
“eh gk usah diganti sayang,.. maksud aku gk suka minum kopi kalau gak di temenin sama kamu” kataku sambil mencubit pipinya. Dia tersenyum malu.

Hari demi hari berganti, banyak hal-hal baru yang aku temukan dari dirinya. Ternyata dia sangat suka melantunkan surat ar-rahman setiap ba’da shalat maghrib. Katanya, untuk mengingatkan agar dia harus senantiasa bersyukur kepada Allah atas apa yang telah Allah kasih kepadanya. Terkadang jika aku tidak sibuk, kami tilawah qur’an bersama-sama.

Sssssssssss

Begitulah cerita dari teman lamaku, yang namanya Irwan, aku baru tahu namanya pas ada orang yang memanggilnya, aku rasa dia adalah teman sekantornya. “hehe ma’afkan aku ya kawan kalau aku baru tahu namamu lagi, maklum kita gak bertemu cukup lama sekali” kataku dalam hati.




~Selesai~
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar